Senin, 31 Desember 2012

Kelahiran Putriku Raisya Alexandra Suryaputri (Part2-selesai)


Kamis, 27 Spetember 2012 jam 04.30 adzan subuh berkumandang. Saya mandi dan berganti pakaian. Di tengah mandi suster mengetuk pintu kamar mandi meminta saya untuk segera kembali ke ruang observasi untuk diambil darahnya. Pikiran saya bertabah kacau jangan-jangan benar-benar harus caesar. Sampai di ruang observasi petugas sudah menunggu dan langsung mengambil sample darah saya. Selanjutnya suami saya diijinkan masuk ke ruang observasi, “Bunda di caesar ya, tadi ayah sudah bicara dengan dokter Lina. Insya Allah ini yang terbaik. Demi kebaikan bunda dan putri kita” begitu katanya. Aku hanya mengiyakan sambil menahan air mata agar jangan sampai menetes karena leher ini rasanya sudah tercekat. Satu hal yang paling saya takutkan dari caesar adalah tidak bisa memberikan ASI untuk bayi saya, karena beberapa orang yang saya tahu setelah melahirkan dengan operasi caesar ASI-nya tidak bisa keluar atau keluar hanya dalam jumlah sedikit. Di saat itu saya langsung ingat kata-kata salah seorang teman, tepatnya upline saya di bisnis yang sedang saya geluti, mba Fikri Arista. Saya ingat benar dengan materi trainingnya ‘Mindset’. Yah, mindset kita akan sangat berpengaruh pada diri kita dan apa yang kita alami. Saat itu juga saya langsung menanamkan dalam fikiran, “ASI saya banyak, sehat dan melimpah untuk bayi saya. Saya bisa menyusui dengan sempurna”. Kalimat itu terus-menerut saya tanamkan di hati dan fikiran sambil menyiapkan diri dan mental untuk melaksanakan operasi caesar. Saya mengirimkan sms ke teman-teman dan saudara untuk minta didoakan agar operasinya berjalan lancar. Tak lupa hati dan bibir terus berdzikir meminta pada sang pemilik kehidupan.

Persiapan untuk operasi segera dilaksanakan. Saya dijadwalkan operasi pada jam 07.00. Saya mulai dengan berganti baju operasi, dilakukan rekam jantung untuk saya dan janin, pemasangan infus, kateter. Tepat jam 06.40 di atas ranjang didorong keluar dari ruang observasi bersalin menuju ruang operasi. Suami ikut mengantar sampai depan pintu ruang operasi karena tidak diijinkan untuk ikut menyaksikan. Sebelum masuk suami sempat mencium kening saya dan mengatakan, “Bunda yang sabar ya, Insha Allah semuanya akan lancar. Jangan lupa berdzikir minta sama Allah”. Saya hanya bisa mengangguk dan berusaha tersenyum. Mungkin hati dan fikiran suami saya sama berkecamuknya dengan saya.

Memasuki ruang operasi, hal pertama yang saya rasakan adalah dingin. Berbagai peralatan yang selama ini hanya pernah saya lihat di televisi sekarang saya lihat nyata di depan mata. Saya dipindahkan ke meja operasi. Ada lapisan yang menghangatkan punggung saya. Saya dipasangkan selang oksigen, tangan kanan saya dipasang tensimeter otomatis, tangan kiri dipasang infuse sejak dari ruang observasi tadi. Saya melihat ada sekitar 7 orang di ruang operasi. Seorang perawat laki-laki membantu saya duduk untuk dilakukan suntikan anestesi di punggung, rasanya sedikit sakit. Saya kembali dibaringkan sambil menunggu obat anestesi bekerja. Kain penutup berwarna hijau dipasang di depan dada saya sehingga saya tidak bisa melihat tindakan operasi. Beberapa perawat membersihkan perut saya mungkin dengan alkohol karena saya merasakan usapan dingin. “Coba digerakkan kakinya Bu”, kata salah seorang perawat. Ah..bagaimana ini, saya sudah berusaha menggerakkan kaki tapi entahlah bergerak atau tidak. Mungkin ini untuk mengetes apakah anetesi sudah bekerja efektif. Salah seorang perawat yang berada di atas kepala saya  membisikkan,”Silakan berdoa Bu, rileks jangan tegang, silahkan tidur”. Kemudian dokter kandungan saya, dr. Lina Meylina, sambil mengusap kepala saya beliau berkata, “Bu Ana silakan berdoa, kita akan melakukan tindakan sekarang, tidak apa-apa jika harus caesar insha Allah semuanya lancar karena sepertinya bayinya gede ini”. Senyum keibuan beliau yang terakhir jelas saya lihat, rasanya menguatkan.
Menit-menit selanjutnya saya merasa seperti berputar-putar dalam kabut dan cahaya putih. Mata rasanya berat, mengantuk tapi masih tersadar. Mungkin sekarang sedang dilakukan tindakan operasi. Saya hanya merasakan sedikit seperti usapan-usapan dingin di perut bagian bawah. Beberapa waktu kemudian perawat yang berada di atas saya mengatakan, “Mohon maaf Bu, saya bantu mendorong dari atas ya”. Kemudian dia meletakkan tangannya di perut saya bagian atas, mendorong janin ke bawah. Saya masih menunggu, rasanya agak lama saya belum juga mendengan suara tangisan bayi. Beberapa saat kemudian saya baru mendengar suara tangisan bayi dan suara alat-alat yang mungkin digunakan untuk membersihkan badan dan mulut bayi. Ada rasa aneh yang menjalari hati saya. Air mata saya menetes. Benarkah saya sekarang sudah menjadi seorang ibu?. Selanjutnya salah seorang perawat mendekat di sebelah kiri kepala saya, “Ini bayinya bu, perempuan”. Dia mendekatkan pipi tembam bayi saya ke bibir saya untuk dicium.

Tahap selanjutnya saya merasa antara sadar dan tidak. Kemudian saya dipindahkan ke ruang pemuilhan dengan dark bar. Dingin dan rasa kantuk yang teramat sangat. Mungkin di situ saya benar-benar bisa tertidur. Entah berapa menit kemudian saya terbangun, menoleh ke samping kanan, terlihat seorang ibu yang tertidur pulas, mungkin dia baru selesai operasi juga. Seorang perawat mendekat, “Coba digerakkan jempol kakinya Bu”. Saya mencoba menggerakkan tapi tidak tahu juga apakah benar-benar bisa bergerak. Kemudian saya dipindahkan ke ruang perawatan. Di ruang perawatan saya masih merasakan kantuk yang teramat sangat. Selanjutnya ibu saya dan suami membantu untuk minum teh manis kemudian saya tertidur lagi. Saya terbangun dan menanyakan jam ke ibu saya, jam 11.30 kata beliau. Mata saya masih berat. Suami saya mendekat dan berkata, “Lexa cantik seperti Bunda. Gemuk, panjang, pipinya tembam, bibirnya merah, kelopak matanya merah seperti pakai eye shadow, beratnya 4kg tingginya 52 cm, jari-jarinya lentik kaya ayah” sambil menunjukkan foto bayi kami di handphonenya. Saya tersenyum dan berusaha menahan tangis haru dan bahagia. Kami menamai putri pertama kami Raisya Alexandra Suryaputri. Dua orang perawat datang dan mengatakan bahwa saya sudah boleh makan dan minum seperti biasa tetapi belum boleh bergerak sampai dengan jam 14.00. Setelah jam 14.00 saya disuruh belajar miring. Nanti malam jam 20.00 saya sudah diperbolehkan belajar duduk.
lahir tanggal 27-09-2012 jam 07.27, 4kg 52 cm


#Jumat 28 Sepetember 2012

Jam 03.00 saya lihat di HP saya. Suami saya masih tertidur dengan wajah lelah di samping ranjang saya. Saya tidak bisa tidur karena merasa panas, mungkin karena efek setelah operasi, karena suhu AC di ruangan tersebut sudah 16 derajat, suami saya terlihat kedinginan. Jam 05.00 bayi kami dianter. Ini untuk pertama kalinya dalam keadaan penuh sadar saya melihat dan memegang bayi saya. Dibantu suami saya duduk, kemudian suster meletakkan bayi saya di pangkuan saya dan membantu saya untuk menyusui. Jujur saya masih merasa kaku. Bayi saya menyusu sebentar kemudian tertidur lagi. Saya mengamati lekat-lekat wajahnya, mencium dan memeluknya. Rasanya ingin menangis tapi saya tahan. Jam 06.00 bayi saya kembali diambil untuk dibawa ke ruang bayi.
pertama kalinya saya menggendong putri saya

Lexa digendong ayah


Selanjutnya saya ingin ke mandi ke kamar mandi. Dibantu oelah suami saya berjalan tertatih dengan langkah-langkah kecil. Luka operasi di perut saya masih sangat nyeri. Belum berapa lama di kamar mandi saya merasakan pusing yang teramat sangat, pandangan mata saya pudar dan mengunang, telinga saya berdengung keras. Saya memanggil suami, selanjutnya suami meminta bantuan suster karena saya pingsan. Saya dibawa kembali berbaring di ranjang setelah dipakaikan baju.

Jam 08.00 setelah dokter Lina Meylina visit, dengan memakai kursi roda saya diantar oleh suami ke ruang kursus perawatan bayi dan ibu setelah melahirkan. Di sana oleh suster diajarkan bagaimana menyusui bayi yang baik dan benar, tehnik perawatan dan pijat payudara agar tetap kencang dan asi lancar, cara memandikan bayi, pola-pola perkembangan bayi dan lain-lain. Jam 09.30 saya kembali ke ruang perawatan. Jam 10.00 bayi kami kembali diantarkan untuk disusui setelah dimandikan. Satu jam kemudian bayi dibawa kembali ke ruang bayi. Sorenyam jam 15.00 bayi kembali diantar untuk disusui selama 1 jam. Jam 17.00 adalah saatnya “baby show”, dimana bayi-bayi di ruang bayi dijajar dan diperlihatkan dari balik kaca ruang bayi. Saya meminta suami untuk diantar ke sana sekalian belajar untuk berjalan lebih jauh.

#Sabtu 29 September 2012

Pagi hari jam 05.00 bayi kami kembali diantar untuk disusui selama 1 jam. Jam 08.00 dokter Lina kembali visit dan menyatakan saya sudah boleh pulang hari ini setelah pemeriksaan bilirubin bayi normal. Jam 10.00 bersama bayi diantar untuk disusui kembali hasil pemeriksaan bilirubin bayi keluar, Alhamdulillah normal. Perban saya diganti menjadi perban plastik oleh suster. Suami urus administrasi dan saya packing untuk persiapan pulang. Jam 13.00 setelah saya makan siang, sambil menggendong bayi dan didorong dengan kursi roda menuju ke parkiran, akhirnya kami pulang.

Alhamdulillahirabbil’alaimin..terima kasih Ya Rabb. Fabi ayyi ala irabbikuma tukadziban.. maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?