Mungkin bunda-bunda pernah mengalami bingung atau mungkin
sampai panik karena bayinya tidak BAB (Buang Air Besar) selama beberapa hari.
Di sini saya mau share pengalaman tentang hal itu. Sejak lahir hingga umur 2
bulan biasanya putri saya setiap hari BAB bahkan sehari bisa 2 sampai 3 kali dan
hal itu normal kata dokter. Saat putri kecil saya memasuki umur 2,5 bulan dia
mulai jarang BAB. Awalnya setelah 2 hari baru BAB, kemudian 4 hari baru BAB
lagi, 1 minggu baru BAB dan yang paling lama 10 hari dia baru BAB. Awalnya saya
juga sempat cemas dan khawatir. Kemudian baca-baca artikel online dan tanya
dokter, menurut informasi yang saya
dapat untuk bayi yang mengkonsumsi ASI (Air Susu Ibu) secara exclusive tanpa
campuran, biasanya ada sebagian bayi yang akan mengalami jarang BAB. Hal ini
disebabkan ASI tersebut diserap sempurna oleh tubuh bayi sehingga tidak ada
ampas yang dibuang. Selama bayi tidak rewel dan tidak mengalami kesulitan saat
BAB hal itu wajar dan tidak masalah. Jarang BAB itu biasanya dialami oleh bayi
ASI mulai umur 2 – 4 bulan.
My Life My Wish My Future
Senin, 11 Maret 2013
Senin, 31 Desember 2012
Kelahiran Putriku Raisya Alexandra Suryaputri (Part2-selesai)
Kamis, 27 Spetember 2012 jam
04.30 adzan subuh berkumandang. Saya mandi dan berganti pakaian. Di tengah
mandi suster mengetuk pintu kamar mandi meminta saya untuk segera kembali ke
ruang observasi untuk diambil darahnya. Pikiran saya bertabah kacau jangan-jangan
benar-benar harus caesar. Sampai di ruang observasi petugas sudah menunggu dan
langsung mengambil sample darah saya. Selanjutnya suami saya diijinkan masuk ke
ruang observasi, “Bunda di caesar ya, tadi ayah sudah bicara dengan dokter
Lina. Insya Allah ini yang terbaik. Demi kebaikan bunda dan putri kita” begitu
katanya. Aku hanya mengiyakan sambil menahan air mata agar jangan sampai
menetes karena leher ini rasanya sudah tercekat. Satu hal yang paling saya
takutkan dari caesar adalah tidak bisa memberikan ASI untuk bayi saya, karena
beberapa orang yang saya tahu setelah melahirkan dengan operasi caesar ASI-nya
tidak bisa keluar atau keluar hanya dalam jumlah sedikit. Di saat itu saya
langsung ingat kata-kata salah seorang teman, tepatnya upline saya di bisnis
yang sedang saya geluti, mba Fikri Arista. Saya ingat benar dengan materi
trainingnya ‘Mindset’. Yah, mindset kita akan sangat berpengaruh pada diri kita
dan apa yang kita alami. Saat itu juga saya langsung menanamkan dalam fikiran, “ASI
saya banyak, sehat dan melimpah untuk bayi saya. Saya bisa menyusui dengan
sempurna”. Kalimat itu terus-menerut saya tanamkan di hati dan fikiran sambil
menyiapkan diri dan mental untuk melaksanakan operasi caesar. Saya mengirimkan
sms ke teman-teman dan saudara untuk minta didoakan agar operasinya berjalan
lancar. Tak lupa hati dan bibir terus berdzikir meminta pada sang pemilik
kehidupan.
Persiapan untuk operasi segera
dilaksanakan. Saya dijadwalkan operasi pada jam 07.00. Saya mulai dengan
berganti baju operasi, dilakukan rekam jantung untuk saya dan janin, pemasangan
infus, kateter. Tepat jam 06.40 di atas ranjang didorong keluar dari ruang
observasi bersalin menuju ruang operasi. Suami ikut mengantar sampai depan pintu
ruang operasi karena tidak diijinkan untuk ikut menyaksikan. Sebelum masuk
suami sempat mencium kening saya dan mengatakan, “Bunda yang sabar ya, Insha
Allah semuanya akan lancar. Jangan lupa berdzikir minta sama Allah”. Saya hanya
bisa mengangguk dan berusaha tersenyum. Mungkin hati dan fikiran suami saya
sama berkecamuknya dengan saya.
Memasuki ruang operasi, hal
pertama yang saya rasakan adalah dingin. Berbagai peralatan yang selama ini
hanya pernah saya lihat di televisi sekarang saya lihat nyata di depan mata.
Saya dipindahkan ke meja operasi. Ada lapisan yang menghangatkan punggung saya.
Saya dipasangkan selang oksigen, tangan kanan saya dipasang tensimeter
otomatis, tangan kiri dipasang infuse sejak dari ruang observasi tadi. Saya
melihat ada sekitar 7 orang di ruang operasi. Seorang perawat laki-laki
membantu saya duduk untuk dilakukan suntikan anestesi di punggung, rasanya
sedikit sakit. Saya kembali dibaringkan sambil menunggu obat anestesi bekerja. Kain
penutup berwarna hijau dipasang di depan dada saya sehingga saya tidak bisa
melihat tindakan operasi. Beberapa perawat membersihkan perut saya mungkin
dengan alkohol karena saya merasakan usapan dingin. “Coba digerakkan kakinya Bu”,
kata salah seorang perawat. Ah..bagaimana ini, saya sudah berusaha menggerakkan
kaki tapi entahlah bergerak atau tidak. Mungkin ini untuk mengetes apakah
anetesi sudah bekerja efektif. Salah seorang perawat yang berada di atas kepala
saya membisikkan,”Silakan berdoa Bu,
rileks jangan tegang, silahkan tidur”. Kemudian dokter kandungan saya, dr. Lina
Meylina, sambil mengusap kepala saya beliau berkata, “Bu Ana silakan berdoa, kita
akan melakukan tindakan sekarang, tidak apa-apa jika harus caesar insha Allah
semuanya lancar karena sepertinya bayinya gede ini”. Senyum keibuan beliau yang
terakhir jelas saya lihat, rasanya menguatkan.
Menit-menit selanjutnya saya
merasa seperti berputar-putar dalam kabut dan cahaya putih. Mata rasanya berat,
mengantuk tapi masih tersadar. Mungkin sekarang sedang dilakukan tindakan
operasi. Saya hanya merasakan sedikit seperti usapan-usapan dingin di perut
bagian bawah. Beberapa waktu kemudian perawat yang berada di atas saya
mengatakan, “Mohon maaf Bu, saya bantu mendorong dari atas ya”. Kemudian dia
meletakkan tangannya di perut saya bagian atas, mendorong janin ke bawah. Saya
masih menunggu, rasanya agak lama saya belum juga mendengan suara tangisan
bayi. Beberapa saat kemudian saya baru mendengar suara tangisan bayi dan suara
alat-alat yang mungkin digunakan untuk membersihkan badan dan mulut bayi. Ada
rasa aneh yang menjalari hati saya. Air mata saya menetes. Benarkah saya
sekarang sudah menjadi seorang ibu?. Selanjutnya salah seorang perawat mendekat
di sebelah kiri kepala saya, “Ini bayinya bu, perempuan”. Dia mendekatkan pipi
tembam bayi saya ke bibir saya untuk dicium.
Tahap selanjutnya saya merasa
antara sadar dan tidak. Kemudian saya dipindahkan ke ruang pemuilhan dengan
dark bar. Dingin dan rasa kantuk yang teramat sangat. Mungkin di situ saya
benar-benar bisa tertidur. Entah berapa menit kemudian saya terbangun, menoleh
ke samping kanan, terlihat seorang ibu yang tertidur pulas, mungkin dia baru
selesai operasi juga. Seorang perawat mendekat, “Coba digerakkan jempol kakinya
Bu”. Saya mencoba menggerakkan tapi tidak tahu juga apakah benar-benar bisa
bergerak. Kemudian saya dipindahkan ke ruang perawatan. Di ruang perawatan saya
masih merasakan kantuk yang teramat sangat. Selanjutnya ibu saya dan suami
membantu untuk minum teh manis kemudian saya tertidur lagi. Saya terbangun dan
menanyakan jam ke ibu saya, jam 11.30 kata beliau. Mata saya masih berat. Suami
saya mendekat dan berkata, “Lexa cantik seperti Bunda. Gemuk, panjang, pipinya
tembam, bibirnya merah, kelopak matanya merah seperti pakai eye shadow, beratnya
4kg tingginya 52 cm, jari-jarinya lentik kaya ayah” sambil menunjukkan foto
bayi kami di handphonenya. Saya tersenyum dan berusaha menahan tangis haru dan
bahagia. Kami menamai putri pertama kami Raisya Alexandra Suryaputri. Dua orang perawat datang dan mengatakan bahwa saya sudah boleh makan
dan minum seperti biasa tetapi belum boleh bergerak sampai dengan jam 14.00.
Setelah jam 14.00 saya disuruh belajar miring. Nanti malam jam 20.00 saya sudah
diperbolehkan belajar duduk.
lahir tanggal 27-09-2012 jam 07.27, 4kg 52 cm |
#Jumat 28 Sepetember 2012
Jam 03.00 saya lihat di HP saya.
Suami saya masih tertidur dengan wajah lelah di samping ranjang saya. Saya tidak
bisa tidur karena merasa panas, mungkin karena efek setelah operasi, karena
suhu AC di ruangan tersebut sudah 16 derajat, suami saya terlihat kedinginan.
Jam 05.00 bayi kami dianter. Ini untuk pertama kalinya dalam keadaan penuh
sadar saya melihat dan memegang bayi saya. Dibantu suami saya duduk, kemudian
suster meletakkan bayi saya di pangkuan saya dan membantu saya untuk menyusui.
Jujur saya masih merasa kaku. Bayi saya menyusu sebentar kemudian tertidur
lagi. Saya mengamati lekat-lekat wajahnya, mencium dan memeluknya. Rasanya
ingin menangis tapi saya tahan. Jam 06.00 bayi saya kembali diambil untuk
dibawa ke ruang bayi.
pertama kalinya saya menggendong putri saya |
Lexa digendong ayah |
Selanjutnya saya ingin ke mandi
ke kamar mandi. Dibantu oelah suami saya berjalan tertatih dengan langkah-langkah
kecil. Luka operasi di perut saya masih sangat nyeri. Belum berapa lama di
kamar mandi saya merasakan pusing yang teramat sangat, pandangan mata saya
pudar dan mengunang, telinga saya berdengung keras. Saya memanggil suami,
selanjutnya suami meminta bantuan suster karena saya pingsan. Saya dibawa
kembali berbaring di ranjang setelah dipakaikan baju.
Jam 08.00 setelah dokter Lina
Meylina visit, dengan memakai kursi roda saya diantar oleh suami ke ruang
kursus perawatan bayi dan ibu setelah melahirkan. Di sana oleh suster diajarkan
bagaimana menyusui bayi yang baik dan benar, tehnik perawatan dan pijat
payudara agar tetap kencang dan asi lancar, cara memandikan bayi, pola-pola
perkembangan bayi dan lain-lain. Jam 09.30 saya kembali ke ruang perawatan. Jam
10.00 bayi kami kembali diantarkan untuk disusui setelah dimandikan. Satu jam
kemudian bayi dibawa kembali ke ruang bayi. Sorenyam jam 15.00 bayi kembali
diantar untuk disusui selama 1 jam. Jam 17.00 adalah saatnya “baby show”,
dimana bayi-bayi di ruang bayi dijajar dan diperlihatkan dari balik kaca ruang
bayi. Saya meminta suami untuk diantar ke sana sekalian belajar untuk berjalan
lebih jauh.
#Sabtu 29 September 2012
Pagi hari jam 05.00 bayi kami
kembali diantar untuk disusui selama 1 jam. Jam 08.00 dokter Lina kembali visit
dan menyatakan saya sudah boleh pulang hari ini setelah pemeriksaan bilirubin
bayi normal. Jam 10.00 bersama bayi diantar untuk disusui kembali hasil
pemeriksaan bilirubin bayi keluar, Alhamdulillah normal. Perban saya diganti menjadi
perban plastik oleh suster. Suami urus administrasi dan saya packing untuk
persiapan pulang. Jam 13.00 setelah saya makan siang, sambil menggendong bayi
dan didorong dengan kursi roda menuju ke parkiran, akhirnya kami pulang.
Alhamdulillahirabbil’alaimin..terima
kasih Ya Rabb. Fabi ayyi ala irabbikuma
tukadziban.. maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Selasa, 27 November 2012
Kelahiran Putriku Raisya Alexandra Suryaputri (Part1)
Mungkin sudah agak basi
mengisahkan pengalamanku saat melahirkan putri pertamaku ini. Karena sekarang
alhamdulillah usianya sudah genap 2 bulan. Tapi biarlah kisah ini akan menjadi
abadi setelah tergores melalui pena kecil bundanya, agar kelak dia juga bisa
membacanya. Bukankah setiap apa yang telah terucap dan tertulis akan bernyawa
dan hidup di jalannya sendiri? J
Saat itu, hari Selasa malam, tepatnya
tanggal 25 September 2012 kami (saya dan suami) melakukan cek kehamilan untuk
rekam jantung janin karena usia kandungan saya sudah memasuki 40-41 minggu. Ini
sudah melewati tanggal perkiraan melahirkan yaitu tanggal 22 September,
karenanya dokter menyarankan untuk melakukan rekam jantung janin untuk
memastikan kondisinya bagus dan proses kelahiran masih bisa ditunggu. Setelah
pemeriksaan, dokter menyarankan agar saya segera dilakukan tindakan dengan
dirangsang karena usia kandungan saya sudah lebih dari cukup dan perkiraan
berat janin sudah 3,6 kg. Saya meminta kepada suami agar jangan sekarang dulu
karena rasanya mental belum siap jika harus langsung masuk rumah sakit.
Akhirnya kami memutuskan untuk menunda sampai dengan besok paginya. Sepulang
dari rumah sakit kami masih sempet nonton film lho, hitung-hitung relaksasi,
begitu alasan saya pada suami J.
Esok harinya setelah melakukan
semua persiapan tepat jam 11 saya masuk ruang bersalin di lantai 2 Rumah Sakit
Mitra Keluarga Bekasi Barat. Suami tidak diijinkan masuk dulu. Saya berganti
pakaian dengan baju pasien untuk ibu melahirkan. Selanjutnya kembali dilakukan
rekam jantung janin. Dari hasil pemeriksaan, jantung janin bagus, kontraksi
mulai ada dan teratur setiap 20 menit sekali, pembukaan belum ada. Setelah suster
melaporkan hasil pemeriksaan ke dokter Lina Meylina, SpO (dokter kandungan
saya), diputuskan untuk diberikan induksi dengan memsukkan obat melalui jalan
lahir dan akan terus dipantau kondisi janin dan kontraksi rahim.
Setelah diberikan obat saya
melakukan aktivitas seperti biasa. Saya turun ke lantai 1 untuk melaksanakan
shalat dhuhur di mushala ditemani suami. Kemudian kembali ke ruang bersalin dan
makan siang. Selanjutnya saya mengobrol dengan suami sambil saya berjalan kaki
hilir mudik di selasar ruang tunggu kamar bersalin agar kontraksi semakin
bertambah.
Jam 14.00 kembali dilakukan cek,
jantung janin bagus, kontraksi mulai meningkat menjadi setiap 15 menit sekali,
belum ada pembukaan. Saya kembali menemani suami di ruang tunggu sambil jalan
kaki lagi. Memasuki waktu shalat ashar kami kembali shalat di mushala rumah
sakit. Saya kembali berjalan-jalan hilir mudik di selasar ruang tunggu. Jam
16.00 kembali dilakukan pemeriksaan, hasilnya kontraksi makin meningkat lagi menjadi
10 menit sekali, belum ada pembukaan. Selanjutnya saya mandi dan berganti
pakaian. Suami juga memberi tahu mau pulang dulu, mandi dan menjemput ibu saya
di rumah.
menemani suami di ruang tunggu sambil menahan nyeri |
Di tengah tidur saya merasa kaget,
rasanya ada yang basah, saya fikir saya (maaf) mengompol. Saya turun dari
ranjang dengan maksud mau ke kamar mandi untuk buang air kecil. Baru turun dari
ranjang rasanya ada yang mengalir deras dari (maaf) vagina, deras dan tidak
bisa ditahan sama sekali. Saya memanggil suster. Karena saya belum tahu apa
yang terjadi saya sedikit panik, suster memberi tahu bahwa ini air ketuban, “Ibu
mengalami pecah ketuban” begitu mereka katakan. Saya minta ijin ke kamar mandi
dulu buat ganti baju. Suster menyuruh saya untuk naik ke ranjang dulu untuk
diperiksa. Kembali, detak jantung janin bagus, kontraksi setiap 2 menit dan
makin kencang, belum ada pembukaan. Saya melihat jam di HP saya jam 03.30. Saya
menelfon suami memberitahukan apa yang terjadi. Perasaan saya mulai tidak
karuan. Takut jika harus menjalani persalinan melalui caesar. Suami berusaha
menenangkan, “Kita cari jalan yang terbaik ya sayang” begitu yang dia ucapkan
di seberang telepon. Air mata saya menetes. Selanjutnya saya ke kamar mandi
untuk mandi dan berganti pakaian. Adzan subuh berkumandang, suami meminta
dikirimin nomor HP dokter Lina yang tersimpan di HP-nya (semalam sebelum masuk
ruang observasi kami bertukar HP, karena HP suami saya “lowbath” sehingga bisa
saya “charge”).
Bersambung...
Langganan:
Postingan (Atom)