Senin, 11 Maret 2013

Bayi ASI Tidak BAB Beberapa Hari


Mungkin bunda-bunda pernah mengalami bingung atau mungkin sampai panik karena bayinya tidak BAB (Buang Air Besar) selama beberapa hari. Di sini saya mau share pengalaman tentang hal itu. Sejak lahir hingga umur 2 bulan biasanya putri saya setiap hari BAB bahkan sehari bisa 2 sampai 3 kali dan hal itu normal kata dokter. Saat putri kecil saya memasuki umur 2,5 bulan dia mulai jarang BAB. Awalnya setelah 2 hari baru BAB, kemudian 4 hari baru BAB lagi, 1 minggu baru BAB dan yang paling lama 10 hari dia baru BAB. Awalnya saya juga sempat cemas dan khawatir. Kemudian baca-baca artikel online dan tanya dokter,  menurut informasi yang saya dapat untuk bayi yang mengkonsumsi ASI (Air Susu Ibu) secara exclusive tanpa campuran, biasanya ada sebagian bayi yang akan mengalami jarang BAB. Hal ini disebabkan ASI tersebut diserap sempurna oleh tubuh bayi sehingga tidak ada ampas yang dibuang. Selama bayi tidak rewel dan tidak mengalami kesulitan saat BAB hal itu wajar dan tidak masalah. Jarang BAB itu biasanya dialami oleh bayi ASI mulai umur 2 – 4 bulan.

Senin, 31 Desember 2012

Kelahiran Putriku Raisya Alexandra Suryaputri (Part2-selesai)


Kamis, 27 Spetember 2012 jam 04.30 adzan subuh berkumandang. Saya mandi dan berganti pakaian. Di tengah mandi suster mengetuk pintu kamar mandi meminta saya untuk segera kembali ke ruang observasi untuk diambil darahnya. Pikiran saya bertabah kacau jangan-jangan benar-benar harus caesar. Sampai di ruang observasi petugas sudah menunggu dan langsung mengambil sample darah saya. Selanjutnya suami saya diijinkan masuk ke ruang observasi, “Bunda di caesar ya, tadi ayah sudah bicara dengan dokter Lina. Insya Allah ini yang terbaik. Demi kebaikan bunda dan putri kita” begitu katanya. Aku hanya mengiyakan sambil menahan air mata agar jangan sampai menetes karena leher ini rasanya sudah tercekat. Satu hal yang paling saya takutkan dari caesar adalah tidak bisa memberikan ASI untuk bayi saya, karena beberapa orang yang saya tahu setelah melahirkan dengan operasi caesar ASI-nya tidak bisa keluar atau keluar hanya dalam jumlah sedikit. Di saat itu saya langsung ingat kata-kata salah seorang teman, tepatnya upline saya di bisnis yang sedang saya geluti, mba Fikri Arista. Saya ingat benar dengan materi trainingnya ‘Mindset’. Yah, mindset kita akan sangat berpengaruh pada diri kita dan apa yang kita alami. Saat itu juga saya langsung menanamkan dalam fikiran, “ASI saya banyak, sehat dan melimpah untuk bayi saya. Saya bisa menyusui dengan sempurna”. Kalimat itu terus-menerut saya tanamkan di hati dan fikiran sambil menyiapkan diri dan mental untuk melaksanakan operasi caesar. Saya mengirimkan sms ke teman-teman dan saudara untuk minta didoakan agar operasinya berjalan lancar. Tak lupa hati dan bibir terus berdzikir meminta pada sang pemilik kehidupan.

Persiapan untuk operasi segera dilaksanakan. Saya dijadwalkan operasi pada jam 07.00. Saya mulai dengan berganti baju operasi, dilakukan rekam jantung untuk saya dan janin, pemasangan infus, kateter. Tepat jam 06.40 di atas ranjang didorong keluar dari ruang observasi bersalin menuju ruang operasi. Suami ikut mengantar sampai depan pintu ruang operasi karena tidak diijinkan untuk ikut menyaksikan. Sebelum masuk suami sempat mencium kening saya dan mengatakan, “Bunda yang sabar ya, Insha Allah semuanya akan lancar. Jangan lupa berdzikir minta sama Allah”. Saya hanya bisa mengangguk dan berusaha tersenyum. Mungkin hati dan fikiran suami saya sama berkecamuknya dengan saya.

Memasuki ruang operasi, hal pertama yang saya rasakan adalah dingin. Berbagai peralatan yang selama ini hanya pernah saya lihat di televisi sekarang saya lihat nyata di depan mata. Saya dipindahkan ke meja operasi. Ada lapisan yang menghangatkan punggung saya. Saya dipasangkan selang oksigen, tangan kanan saya dipasang tensimeter otomatis, tangan kiri dipasang infuse sejak dari ruang observasi tadi. Saya melihat ada sekitar 7 orang di ruang operasi. Seorang perawat laki-laki membantu saya duduk untuk dilakukan suntikan anestesi di punggung, rasanya sedikit sakit. Saya kembali dibaringkan sambil menunggu obat anestesi bekerja. Kain penutup berwarna hijau dipasang di depan dada saya sehingga saya tidak bisa melihat tindakan operasi. Beberapa perawat membersihkan perut saya mungkin dengan alkohol karena saya merasakan usapan dingin. “Coba digerakkan kakinya Bu”, kata salah seorang perawat. Ah..bagaimana ini, saya sudah berusaha menggerakkan kaki tapi entahlah bergerak atau tidak. Mungkin ini untuk mengetes apakah anetesi sudah bekerja efektif. Salah seorang perawat yang berada di atas kepala saya  membisikkan,”Silakan berdoa Bu, rileks jangan tegang, silahkan tidur”. Kemudian dokter kandungan saya, dr. Lina Meylina, sambil mengusap kepala saya beliau berkata, “Bu Ana silakan berdoa, kita akan melakukan tindakan sekarang, tidak apa-apa jika harus caesar insha Allah semuanya lancar karena sepertinya bayinya gede ini”. Senyum keibuan beliau yang terakhir jelas saya lihat, rasanya menguatkan.
Menit-menit selanjutnya saya merasa seperti berputar-putar dalam kabut dan cahaya putih. Mata rasanya berat, mengantuk tapi masih tersadar. Mungkin sekarang sedang dilakukan tindakan operasi. Saya hanya merasakan sedikit seperti usapan-usapan dingin di perut bagian bawah. Beberapa waktu kemudian perawat yang berada di atas saya mengatakan, “Mohon maaf Bu, saya bantu mendorong dari atas ya”. Kemudian dia meletakkan tangannya di perut saya bagian atas, mendorong janin ke bawah. Saya masih menunggu, rasanya agak lama saya belum juga mendengan suara tangisan bayi. Beberapa saat kemudian saya baru mendengar suara tangisan bayi dan suara alat-alat yang mungkin digunakan untuk membersihkan badan dan mulut bayi. Ada rasa aneh yang menjalari hati saya. Air mata saya menetes. Benarkah saya sekarang sudah menjadi seorang ibu?. Selanjutnya salah seorang perawat mendekat di sebelah kiri kepala saya, “Ini bayinya bu, perempuan”. Dia mendekatkan pipi tembam bayi saya ke bibir saya untuk dicium.

Tahap selanjutnya saya merasa antara sadar dan tidak. Kemudian saya dipindahkan ke ruang pemuilhan dengan dark bar. Dingin dan rasa kantuk yang teramat sangat. Mungkin di situ saya benar-benar bisa tertidur. Entah berapa menit kemudian saya terbangun, menoleh ke samping kanan, terlihat seorang ibu yang tertidur pulas, mungkin dia baru selesai operasi juga. Seorang perawat mendekat, “Coba digerakkan jempol kakinya Bu”. Saya mencoba menggerakkan tapi tidak tahu juga apakah benar-benar bisa bergerak. Kemudian saya dipindahkan ke ruang perawatan. Di ruang perawatan saya masih merasakan kantuk yang teramat sangat. Selanjutnya ibu saya dan suami membantu untuk minum teh manis kemudian saya tertidur lagi. Saya terbangun dan menanyakan jam ke ibu saya, jam 11.30 kata beliau. Mata saya masih berat. Suami saya mendekat dan berkata, “Lexa cantik seperti Bunda. Gemuk, panjang, pipinya tembam, bibirnya merah, kelopak matanya merah seperti pakai eye shadow, beratnya 4kg tingginya 52 cm, jari-jarinya lentik kaya ayah” sambil menunjukkan foto bayi kami di handphonenya. Saya tersenyum dan berusaha menahan tangis haru dan bahagia. Kami menamai putri pertama kami Raisya Alexandra Suryaputri. Dua orang perawat datang dan mengatakan bahwa saya sudah boleh makan dan minum seperti biasa tetapi belum boleh bergerak sampai dengan jam 14.00. Setelah jam 14.00 saya disuruh belajar miring. Nanti malam jam 20.00 saya sudah diperbolehkan belajar duduk.
lahir tanggal 27-09-2012 jam 07.27, 4kg 52 cm


#Jumat 28 Sepetember 2012

Jam 03.00 saya lihat di HP saya. Suami saya masih tertidur dengan wajah lelah di samping ranjang saya. Saya tidak bisa tidur karena merasa panas, mungkin karena efek setelah operasi, karena suhu AC di ruangan tersebut sudah 16 derajat, suami saya terlihat kedinginan. Jam 05.00 bayi kami dianter. Ini untuk pertama kalinya dalam keadaan penuh sadar saya melihat dan memegang bayi saya. Dibantu suami saya duduk, kemudian suster meletakkan bayi saya di pangkuan saya dan membantu saya untuk menyusui. Jujur saya masih merasa kaku. Bayi saya menyusu sebentar kemudian tertidur lagi. Saya mengamati lekat-lekat wajahnya, mencium dan memeluknya. Rasanya ingin menangis tapi saya tahan. Jam 06.00 bayi saya kembali diambil untuk dibawa ke ruang bayi.
pertama kalinya saya menggendong putri saya

Lexa digendong ayah


Selanjutnya saya ingin ke mandi ke kamar mandi. Dibantu oelah suami saya berjalan tertatih dengan langkah-langkah kecil. Luka operasi di perut saya masih sangat nyeri. Belum berapa lama di kamar mandi saya merasakan pusing yang teramat sangat, pandangan mata saya pudar dan mengunang, telinga saya berdengung keras. Saya memanggil suami, selanjutnya suami meminta bantuan suster karena saya pingsan. Saya dibawa kembali berbaring di ranjang setelah dipakaikan baju.

Jam 08.00 setelah dokter Lina Meylina visit, dengan memakai kursi roda saya diantar oleh suami ke ruang kursus perawatan bayi dan ibu setelah melahirkan. Di sana oleh suster diajarkan bagaimana menyusui bayi yang baik dan benar, tehnik perawatan dan pijat payudara agar tetap kencang dan asi lancar, cara memandikan bayi, pola-pola perkembangan bayi dan lain-lain. Jam 09.30 saya kembali ke ruang perawatan. Jam 10.00 bayi kami kembali diantarkan untuk disusui setelah dimandikan. Satu jam kemudian bayi dibawa kembali ke ruang bayi. Sorenyam jam 15.00 bayi kembali diantar untuk disusui selama 1 jam. Jam 17.00 adalah saatnya “baby show”, dimana bayi-bayi di ruang bayi dijajar dan diperlihatkan dari balik kaca ruang bayi. Saya meminta suami untuk diantar ke sana sekalian belajar untuk berjalan lebih jauh.

#Sabtu 29 September 2012

Pagi hari jam 05.00 bayi kami kembali diantar untuk disusui selama 1 jam. Jam 08.00 dokter Lina kembali visit dan menyatakan saya sudah boleh pulang hari ini setelah pemeriksaan bilirubin bayi normal. Jam 10.00 bersama bayi diantar untuk disusui kembali hasil pemeriksaan bilirubin bayi keluar, Alhamdulillah normal. Perban saya diganti menjadi perban plastik oleh suster. Suami urus administrasi dan saya packing untuk persiapan pulang. Jam 13.00 setelah saya makan siang, sambil menggendong bayi dan didorong dengan kursi roda menuju ke parkiran, akhirnya kami pulang.

Alhamdulillahirabbil’alaimin..terima kasih Ya Rabb. Fabi ayyi ala irabbikuma tukadziban.. maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

Selasa, 27 November 2012

Kelahiran Putriku Raisya Alexandra Suryaputri (Part1)


Mungkin sudah agak basi mengisahkan pengalamanku saat melahirkan putri pertamaku ini. Karena sekarang alhamdulillah usianya sudah genap 2 bulan. Tapi biarlah kisah ini akan menjadi abadi setelah tergores melalui pena kecil bundanya, agar kelak dia juga bisa membacanya. Bukankah setiap apa yang telah terucap dan tertulis akan bernyawa dan hidup di jalannya sendiri? J

Saat itu, hari Selasa malam, tepatnya tanggal 25 September 2012 kami (saya dan suami) melakukan cek kehamilan untuk rekam jantung janin karena usia kandungan saya sudah memasuki 40-41 minggu. Ini sudah melewati tanggal perkiraan melahirkan yaitu tanggal 22 September, karenanya dokter menyarankan untuk melakukan rekam jantung janin untuk memastikan kondisinya bagus dan proses kelahiran masih bisa ditunggu. Setelah pemeriksaan, dokter menyarankan agar saya segera dilakukan tindakan dengan dirangsang karena usia kandungan saya sudah lebih dari cukup dan perkiraan berat janin sudah 3,6 kg. Saya meminta kepada suami agar jangan sekarang dulu karena rasanya mental belum siap jika harus langsung masuk rumah sakit. Akhirnya kami memutuskan untuk menunda sampai dengan besok paginya. Sepulang dari rumah sakit kami masih sempet nonton film lho, hitung-hitung relaksasi, begitu alasan saya pada suami J.

Esok harinya setelah melakukan semua persiapan tepat jam 11 saya masuk ruang bersalin di lantai 2 Rumah Sakit Mitra Keluarga Bekasi Barat. Suami tidak diijinkan masuk dulu. Saya berganti pakaian dengan baju pasien untuk ibu melahirkan. Selanjutnya kembali dilakukan rekam jantung janin. Dari hasil pemeriksaan, jantung janin bagus, kontraksi mulai ada dan teratur setiap 20 menit sekali, pembukaan belum ada. Setelah suster melaporkan hasil pemeriksaan ke dokter Lina Meylina, SpO (dokter kandungan saya), diputuskan untuk diberikan induksi dengan memsukkan obat melalui jalan lahir dan akan terus dipantau kondisi janin dan kontraksi rahim.

Setelah diberikan obat saya melakukan aktivitas seperti biasa. Saya turun ke lantai 1 untuk melaksanakan shalat dhuhur di mushala ditemani suami. Kemudian kembali ke ruang bersalin dan makan siang. Selanjutnya saya mengobrol dengan suami sambil saya berjalan kaki hilir mudik di selasar ruang tunggu kamar bersalin agar kontraksi semakin bertambah.

Jam 14.00 kembali dilakukan cek, jantung janin bagus, kontraksi mulai meningkat menjadi setiap 15 menit sekali, belum ada pembukaan. Saya kembali menemani suami di ruang tunggu sambil jalan kaki lagi. Memasuki waktu shalat ashar kami kembali shalat di mushala rumah sakit. Saya kembali berjalan-jalan hilir mudik di selasar ruang tunggu. Jam 16.00 kembali dilakukan pemeriksaan, hasilnya kontraksi makin meningkat lagi menjadi 10 menit sekali, belum ada pembukaan. Selanjutnya saya mandi dan berganti pakaian. Suami juga memberi tahu mau pulang dulu, mandi dan menjemput ibu saya di rumah.

menemani suami di ruang tunggu sambil menahan nyeri 
Saya merasakan perut makin nyeri, mungkin karena kontraksi yang frekuaensinya semakin meningkat, sehingga untuk shalat magrib saya memutuskan shalat di ruang observasi di samping ranjang saya. Selanjutnya kembali dilakukan pemeriksaan, detak jantung janin bagus, kontrkasi meningkat menjadi setiap 5 menit, belum ada pembukaan. Saya melanjutkan dengan makan malam, shalat isya’ lalu baru keluar ke ruang tunggu menemui suami dan ibu. Di sana saya kembali berjalan hilir mudik. Sekitar jam 21.00 suster memberi tahu saya untuk dilakukan pemeriksaan ulang. Saya kembali masuk ruang observasi dan suami mengantarkan ibu saya kembali pulang ke rumah. Hasil pemeriksaan kontraksi setiap 3 menit sekali, belum ada pembukaan. Jam 22 saya kembali keluar ke ruang tunggu menemani suami sambil makan buah sirsak yang saya pesan untuk dibawakan dari rumah. Kami masih mengobrol, membayangkan nanti saya bersalin, suami menemani, melakukan “gentle birth” dilanjutkan dengan IMD (Inisiasi Menyusui Dini), membayangkan wajah putri kami, sambil sesekali saya meringis menahan nyeri karena kontraksi. Tepat jam 11 saya meminta ijin pada suami untuk masuk kembali ke ruang observasi agar bisa beristirahat, saya lihat suami saya juga sudah mulai mengantuk. Saya mencoba tidur meski sulit karena perut  saya yang rasanya besar sekali dan rasa nyerinya makin menjadi. Terakhir saya melihat jam di “hand phone” (HP) sebelum bisa memejamkan mata menunjukkan jam 02.07. Saya akhirnya terlelap.

Di tengah tidur saya merasa kaget, rasanya ada yang basah, saya fikir saya (maaf) mengompol. Saya turun dari ranjang dengan maksud mau ke kamar mandi untuk buang air kecil. Baru turun dari ranjang rasanya ada yang mengalir deras dari (maaf) vagina, deras dan tidak bisa ditahan sama sekali. Saya memanggil suster. Karena saya belum tahu apa yang terjadi saya sedikit panik, suster memberi tahu bahwa ini air ketuban, “Ibu mengalami pecah ketuban” begitu mereka katakan. Saya minta ijin ke kamar mandi dulu buat ganti baju. Suster menyuruh saya untuk naik ke ranjang dulu untuk diperiksa. Kembali, detak jantung janin bagus, kontraksi setiap 2 menit dan makin kencang, belum ada pembukaan. Saya melihat jam di HP saya jam 03.30. Saya menelfon suami memberitahukan apa yang terjadi. Perasaan saya mulai tidak karuan. Takut jika harus menjalani persalinan melalui caesar. Suami berusaha menenangkan, “Kita cari jalan yang terbaik ya sayang” begitu yang dia ucapkan di seberang telepon. Air mata saya menetes. Selanjutnya saya ke kamar mandi untuk mandi dan berganti pakaian. Adzan subuh berkumandang, suami meminta dikirimin nomor HP dokter Lina yang tersimpan di HP-nya (semalam sebelum masuk ruang observasi kami bertukar HP, karena HP suami saya “lowbath” sehingga bisa saya “charge”).

Bersambung...