Mungkin sudah agak basi
mengisahkan pengalamanku saat melahirkan putri pertamaku ini. Karena sekarang
alhamdulillah usianya sudah genap 2 bulan. Tapi biarlah kisah ini akan menjadi
abadi setelah tergores melalui pena kecil bundanya, agar kelak dia juga bisa
membacanya. Bukankah setiap apa yang telah terucap dan tertulis akan bernyawa
dan hidup di jalannya sendiri? J
Saat itu, hari Selasa malam, tepatnya
tanggal 25 September 2012 kami (saya dan suami) melakukan cek kehamilan untuk
rekam jantung janin karena usia kandungan saya sudah memasuki 40-41 minggu. Ini
sudah melewati tanggal perkiraan melahirkan yaitu tanggal 22 September,
karenanya dokter menyarankan untuk melakukan rekam jantung janin untuk
memastikan kondisinya bagus dan proses kelahiran masih bisa ditunggu. Setelah
pemeriksaan, dokter menyarankan agar saya segera dilakukan tindakan dengan
dirangsang karena usia kandungan saya sudah lebih dari cukup dan perkiraan
berat janin sudah 3,6 kg. Saya meminta kepada suami agar jangan sekarang dulu
karena rasanya mental belum siap jika harus langsung masuk rumah sakit.
Akhirnya kami memutuskan untuk menunda sampai dengan besok paginya. Sepulang
dari rumah sakit kami masih sempet nonton film lho, hitung-hitung relaksasi,
begitu alasan saya pada suami J.
Esok harinya setelah melakukan
semua persiapan tepat jam 11 saya masuk ruang bersalin di lantai 2 Rumah Sakit
Mitra Keluarga Bekasi Barat. Suami tidak diijinkan masuk dulu. Saya berganti
pakaian dengan baju pasien untuk ibu melahirkan. Selanjutnya kembali dilakukan
rekam jantung janin. Dari hasil pemeriksaan, jantung janin bagus, kontraksi
mulai ada dan teratur setiap 20 menit sekali, pembukaan belum ada. Setelah suster
melaporkan hasil pemeriksaan ke dokter Lina Meylina, SpO (dokter kandungan
saya), diputuskan untuk diberikan induksi dengan memsukkan obat melalui jalan
lahir dan akan terus dipantau kondisi janin dan kontraksi rahim.
Setelah diberikan obat saya
melakukan aktivitas seperti biasa. Saya turun ke lantai 1 untuk melaksanakan
shalat dhuhur di mushala ditemani suami. Kemudian kembali ke ruang bersalin dan
makan siang. Selanjutnya saya mengobrol dengan suami sambil saya berjalan kaki
hilir mudik di selasar ruang tunggu kamar bersalin agar kontraksi semakin
bertambah.
Jam 14.00 kembali dilakukan cek,
jantung janin bagus, kontraksi mulai meningkat menjadi setiap 15 menit sekali,
belum ada pembukaan. Saya kembali menemani suami di ruang tunggu sambil jalan
kaki lagi. Memasuki waktu shalat ashar kami kembali shalat di mushala rumah
sakit. Saya kembali berjalan-jalan hilir mudik di selasar ruang tunggu. Jam
16.00 kembali dilakukan pemeriksaan, hasilnya kontraksi makin meningkat lagi menjadi
10 menit sekali, belum ada pembukaan. Selanjutnya saya mandi dan berganti
pakaian. Suami juga memberi tahu mau pulang dulu, mandi dan menjemput ibu saya
di rumah.
menemani suami di ruang tunggu sambil menahan nyeri |
Di tengah tidur saya merasa kaget,
rasanya ada yang basah, saya fikir saya (maaf) mengompol. Saya turun dari
ranjang dengan maksud mau ke kamar mandi untuk buang air kecil. Baru turun dari
ranjang rasanya ada yang mengalir deras dari (maaf) vagina, deras dan tidak
bisa ditahan sama sekali. Saya memanggil suster. Karena saya belum tahu apa
yang terjadi saya sedikit panik, suster memberi tahu bahwa ini air ketuban, “Ibu
mengalami pecah ketuban” begitu mereka katakan. Saya minta ijin ke kamar mandi
dulu buat ganti baju. Suster menyuruh saya untuk naik ke ranjang dulu untuk
diperiksa. Kembali, detak jantung janin bagus, kontraksi setiap 2 menit dan
makin kencang, belum ada pembukaan. Saya melihat jam di HP saya jam 03.30. Saya
menelfon suami memberitahukan apa yang terjadi. Perasaan saya mulai tidak
karuan. Takut jika harus menjalani persalinan melalui caesar. Suami berusaha
menenangkan, “Kita cari jalan yang terbaik ya sayang” begitu yang dia ucapkan
di seberang telepon. Air mata saya menetes. Selanjutnya saya ke kamar mandi
untuk mandi dan berganti pakaian. Adzan subuh berkumandang, suami meminta
dikirimin nomor HP dokter Lina yang tersimpan di HP-nya (semalam sebelum masuk
ruang observasi kami bertukar HP, karena HP suami saya “lowbath” sehingga bisa
saya “charge”).
Bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar